Sibolga( surat Batak: ᯘᯪᯅᯬᯞ᯲ᯎ) adalah salah satu kota yang ada di provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai Barat pulau Sumatra, membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan dan berada pada kawasan Teluk Tapian Nauli. Jaraknya sekitar 350 km dari Kota Medan, atau sekitar 8 jam perjalanan. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. “Tapanuli Peta Kemiskinan”, pernah jadi berita nasional di tahun 80 an. Dengan laporan jurnalisme tiga wartawan Sinar Harapan, harian nasional yang memberitakan keadaan Tapanuli saat itu setelah melakukan peliputan dari seluruh daerah di Tapanuli, sempat membuat panas telinga pejabat propinsi Sumatera Utara dan membuka mata pemerintah pusat dan masyarakat umum. Mungkin berita itu tidak terlalu berpengaruh pada kehidupan keseharian masyarakat yang tinggal di Tapanuli saat itu, karena kehidupan tetap sama. Masa kecil saya tidak juga merasakan itu walau sayup-sayup mengingat berita itu. Seniman Batak sampai menggubah lagu, setidaknya dua lagu yang saya tahu tentang kemiskinan dan propinsi Tapanuli ketika titik kesadaran akan ketertinggalan Tapanuli dimasa pembangunan orde baru. Di jaman sebelumnya, jaman kolonial sebagai bangsa terjajah hingga di jaman orde lama dengan PRRI juga merupakan titik kesadaran rakyat Tapanuli untuk bangkit, terlepas dari unsur politik yang mengikutinya, namun diyakini memiliki tujuan mulia untuk lebih maju. Tapanuli secara historis pada jaman pemerintahan Hindia Belanda dibentuk sebagai wilayah pemerintahan setingkat keresidenan, bernama Residente Van Tapanuli. Dalam sejarahnya nama Tapanuli muncul sebagai nama pemersatu puak-puak yang berasal dari suku yang sebenarnya adalah berakar sama, suku Batak, dimana nama Batak tidak diterima semua puak saat itu, karena kesan buruk. Tapanuli berasal dari tiga kata, Tapian Na Uli yang awalnya meliputi daerah pantai barat membujur dari Natal, Sibolga hingga Barus. Kemudian wilayah dataran tinggi tanah Batak masuk dalam keresidenan nama Batak sebagai suku bangsanya mestinya tidak lah perlu diperdebatkan, karena dari sisi keilmuan, antropologi dan fakta sudah jelas adanya sebagai suku Batak, terlepas itu diterima atau tidak. Saya bahkan menamakan lebih dalam pada kartu identitas pilihan ras sebagai ras Batak. Banyak keturunan Batak dari setiap puak yang jadi pesohor mulai jaman dulu. Ada wakil presiden Adam Malik bermarga Batubara dan pernah dua Perdana menteri bermarga Harahap. Jaman Hindia Belanda, Karesidenan Tapanuli berpusat di Sibolga. Ini tidak terlepas dari kota Sibolga daerah yang lebih maju dan mendukung sebagai pusat pemerintahan saat itu. Terakhir tercatat saat kemerdekaan, Keresidenan Tapanuli meliputi daerah Tapanuli Selatan sekarang Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Mandailing-Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara sekarang Tapanuli Utara, Dairi, Pakpak Barat, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan dan Nias sekarang Nias, Nias Selatan, Nias Barat, Nias Utara. Keresidenan Tapanuli sebagai wilayah administrasi sejak jaman Hindia Belanda telah ditandai dengan perbedaan tanda nomor kenderaan bermotor TNKB, dengan plat BB. Tanda nomor kenderaan jaman Hindia Belanda 1 2 3 Lihat Sosbud Selengkapnya pengumumanpelaksanaan ujian tengah semester (uts) genap t.a 2021/2022; pengumuman untuk mahasiswa yang sedang menempuh jalur skripsi t.a 2021/2022; pengumuman masuk perkuliahan sekolah tinggi ilmu ekonomi (stie) al washliyah sibolga/tapanuli tengah tahun ajaran 2021/2022 genap
For each location, ViaMichelin city maps allow you to display classic mapping elements names and types of streets and roads as well as more detailed information pedestrian streets, building numbers, one-way streets, administrative buildings, the main local landmarks town hall, station, post office, theatres, etc.. You can also display car parks in Sibolga, real-time traffic information and petrol stations. Finally, you can view and book your choice of the MICHELIN restaurant selections for Sibolga, or book your Sibolga hotel free of charge including MICHELIN Guide listed hotels.

KomentarArtikel : "Tapanuli Peta Kemiskinan", pernah jadi berita nasional di tahun 80 an. Dengan laporan jurnalisme tiga wartawan Sinar Harapan, harian nasional yang Komentar Artikel : Psikologi Sibolga dan Tapanuli Tengah dalam Pembentukan Provinsi "Tapanuli" - Kompasiana.com

Kota Sibolga adalah salah satu kotamadya di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan Teluk Tapian Nauli. Jaraknya ±350 km dari kota Medan 8 jam perjalanan. Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dan berpenduduk sekitar jiwa. Peta Kota Kota Sibolga Kota Sibolga berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian antara 0 - 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %. Untuk perhubungan darat, Sibolga telah terhubung dengan kota-kota lain di Sumatera Utara, yakni dengan Padang Sidempuan, Pakkat, dan Tarutung. Berbagai moda transportasi publik sudah tersedia dan biasanya berangkat pada pagi atau malam hari. Waktu tempuh sekitar delapan jam perjalanan. Melalui jalur udara, Sibolga juga dapat diakses melalui Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing yang berada di Tapanuli Tengah, yang melayani rute dari/ke Medan dan Jakarta. Pesawat yang digunakan masih berukuran kecil meski jadwal penerbangan sudah mulai tertata rapi. Pelabuhan laut Sibolga, merupakan tempat penyeberangan menuju Pulau Nias dan kota-kota pesisir barat Sumatera lainnya. Di pelabuhan ini juga berlabuh KM Lambelu dan KM Umsini, yang melayani rute Sibolga-Gunung Sitoli-Padang. "Negeri Berbilang Kaum" merupakan roh yang menyatukan keberagaman di kota ini. Mengingat berbagai suku bangsa yang mendiami Sibolga, seperti Batak, Minang, Nias, Tionghoa, Jawa, dan lainnya, maka semboyan sebagai negeri bagi berbilang kaum mengakar dalam kehidupan bersama. Di beberapa sudut kota, tiga kata tersebut dengan mudah dapat ditemukan.

KodePOS Kabupaten Tapanuli Tengah - urut Desa/Kelurahan - hal 1. kodepos Provinsi / Kota / Kabupaten dan Kecamatan / Distrik serta Desa / Kelurahan di Indonesia, Kode POS Hutaginjang (Huta Ginjang), Kode POS Pananggahan, Kode POS Parik Sinomba, Kode POS Purba Tua (Purbatua), Kode POS Siharbangan, Kode POS Sihorbo, Kode POS Aek Dakka, Kode POS Bungo Tanjung, Kode POS Gabungan Hasang, Kode POS

Sibolga surat Batak adalah salah satu kota yang ada di provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai Barat pulau Sumatra, membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan dan berada pada kawasan Teluk Tapian Nauli. Jaraknya sekitar 350 km dari Kota Medan, atau sekitar 8 jam perjalanan. Kota Sibolga hanya memiliki luas 10,77 km² dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Sibolga 2021, kota ini memiliki penduduk sebanyak jiwa, dengan kepadatan penduduk jiwa/km². Pada masa Hindia Belanda, kota ini merupakan ibu kota dari Karesidenan Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi kotamadya Sibolga.

KBRN Tapteng : 44 Orang Jamaah Haji asal Tapanuli Tengah (Tapteng), Minggu (24/07/2022), sekira pukul 11.45 Wib, tiba dari tanah suci Mekkah dengan selamat. Selain disambut Pj. Bupati Tapteng Yetty Sembiring dan Kakankemenag Tapanuli Tengah serta OPD, kedatangan jamaah haji
› Humaniora›Gempa M 4,2 Guncang Sibolga... Gempa bumi berkekuatan M 4,2 mengguncang wilayah Tapanuli Tengah dan Sibolga. Tidak ada kerusakan atau korban akibat gempa. Namun, gempa menjadi alarm peringatan di Sesar Besar Sumatera Segmen Toru. BBMKG WILAYAH I MEDANPeta gempa bumi menunjukkan gempa berkekuatan M 4,2 mengguncang wilayah Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kota Sibolga, Kamis 2/6/2022 pukul Gempa disebabkan aktivitas Sesar Sumatera Segmen Toru. SIBOLGA, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 4,2 mengguncang wilayah Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kota Sibolga. Tidak ada kerusakan atau korban akibat gempa itu. Namun, gempa itu menjadi alarm untuk meningkatkan mitigasi di Sesar Besar Sumatera Segmen Toru.”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas Sesar Toru,” kata Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I Medan Darmawan, Kamis 2/6/2022. Darmawan mengatakan, gempa bumi terjadi pada pukul di wilayah Pinangsori, Tapanuli Tengah, dan Kota Sibolga. Episenter gempa terletak di koordinat 1,66 Lintang Utara dan 99,18 Bujur Timur atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 12 kilometer barat laut Tapanuli Selatan di kedalaman 2 yang digambarkan oleh peta tingkat guncangan shakemap BMKG dan berdasarkan laporan dari masyarakat, gempa bumi ini dirasakan di wilayah Pinangsori dan Sibolga pada skala intensitas III modified mercalli intensity/MMI.Baca Juga Gempa Bumi M 6,7 di Nias Selatan dari Zona MegathrustKOMPAS/NIKSON SINAGAMurid-murid berangkat ke sekolah dengan berdesakan di dalam dan badan becak bermotor di Kecamatan Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat 31/3/2017. Pada skala ini, getaran dirasakan nyata di dalam rumah. Getaran gempa terasa seakan-akan ada truk berlalu. ”Hingga saat ini belum ada laporan mengenai kerusakan bangunan sebagai dampak gempa bumi tersebut,” sendiri tidak merasakan ada getaran. Namun, beberapa teman pantauan BMKG, tidak ada aktivitas gempa susulan dari gempa utama itu. Masyarakat pun diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak jelas sumbernya. Informasi dari BMKG, kata Darmawan, bisa diakses dari media sosial BMKG yang terverifikasi atau melalui aplikasi Segmen ToruSesar Besar Sumatera Segmen Toru merupakan sesar dengan tingkat seismisitas yang aktif dengan laju geser mencapai 9 milimeter per tahun. Wilayah di sekitar Segmen Toru pun menjadi daerah rawan catatan Kompas, gempa berkekutan M 5,3 terjadi pada 11 Agustus 2021 yang juga disebabkan aktivitas di Segmen Toru. Gempa dirasakan kuat di Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Padang Lawas Utara, dan Kota Padangsidimpuan. Gempa menimbulkan kerusakan ringan, seperti beberapa dinding rumah retak, tetapi tidak mengakibatkan korban luka ataupun korban SINAGAPedagang menjual berbagai jenis ikan asin di sentra ikan asin di Jalan S Parman, Kota Sibolga, Sumatera Utara, Sabtu 16/3/2019. Sebanyak 300 ton ikan tangkapan dari perairan Samudra Hindia ini berlabuh di Sibolga setiap hari. Ikan dari Sibolga dijual ke sejumlah daerah di Indonesia dan luar catatan sejarah gempa BMKG, beberapa gempa kuat dan merusak pernah terjadi di Segmen Toru, yakni gempa berkekuatan M 6,8 pada 1916, berkekuatan M 7,0 pada 1921, berkekuatan M 6,4 pada 1984, dan berkekuatan M 6,6 pada Pakpahan 32, warga Tapanuli Tengah, mengatakan, gempa bumi di wilayahnya pada Kamis pagi ini hanya dirasakan sebagian orang. ”Saya sendiri tidak merasakan ada getaran. Namun, beberapa teman merasakannya,” mengatakan, gempa terjadi pada pagi hari saat warga di Tapanuli Tengah dan Sibolga memulai aktivitas. Karena guncangan gempa tidak terlalu kuat, warga tetap melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Tidak ada kepanikan akibat guncangan gempa sebagian orang bertanya-tanya kepada orang lain apakah ada merasakan guncangan atau tidak. Menurut Sartono, gempa itu tidak merusak apa pun sejauh pantauannya. Tidak ada perabot yang jatuh atau berguncang karena gempa tersebut. Orang-orang juga tidak sampai panik berlari keluar Juga Dua Gempa dari Zona Megathrust Guncang Mentawai dalam Sepekan EditorAGNES BENEDIKTA SWETTA BR PANDIA

Bengkelmobil di Sibolga - Tapanuli Tengah, bengkel mobil panggilan, montir mobil keliling, mekanik mobil panggilan, service mobil panggilan 24 jam di Sibolga Untuk mendapatkan informasi lengkap, klik icon merah (pintpoin) pada peta, atau perbesar peta di atas dengan klik tombol "+" lalu klik pada link "view larger map ".

ArticlePDF AvailableAbstract and FiguresUranium in nature formed in various deposit type, depends on its sources, process, and depositional environments. Uranium occurrence in Sibolga, hosted in sedimentary rocks of Sibolga Formation, is properly potential to develop; nevertheless, the depositional pattern and uranium mineralization process so far had not been recognized. The research aim is to determine the rock distribution patterns and the existence of uranium grade anomalies based on surface geology and borehole log data. Mineralization occurrences from borehole log data distributed from basalt conglomerate unit Kgl 1, sandstone 1 unit Bp 1, conglomerate 2 unit Kgl 2, and sandstone 2 unit Bp 2 with their distribution and thickness are thinning to the top. Mineralization distribution in the eastern area, mainly on Kgl 1 unit, dominated by detritus materials from epi-genetic depositional in the form of monazite which is formed along with the formation of granite as its source rock. Meanwhile, mineralization on the upper rocks units formed a channel pattern trending northeast-southwest, which formed in syn-genetic process consist of uraninite, carnotite, and coffinite. Sibolga Formation deposition originated from east to west and uranium deposit formed because of the differences of depositional environment from oxidation in the east to the more reductive in the southwest. The increasing of organic materials in southwest basin caused the reduction condition of depositional - uploaded by I G SukadanaAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by I G SukadanaContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by I G Sukadana on Oct 11, 2017 Content may be subject to may be subject to copyright. Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X z EVALUASI SISTEM PENGENDAPAN URANIUM PADA BATUAN SEDIMEN FORMASI SIBOLGA, TAPANULI TENGAH EVALUATION OF URANIUM DEPOSITIONAL SYSTEM IN SEDIMENTARY ROCKS OF SIBOLGA FORMATION, TAPANULI TENGAH I Gde Sukadana* dan Heri Syaeful Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Lebak Bulus Raya No. 09 Ps. Jumat, Jakarta 12440 *E-mail sukadana Naskah diterima 28 Oktober 2016, direvisi 21 November 2016, disetujui 26 November 2016 ABSTRAK Uranium di alam dapat terbentuk dalam berbagai tipe cebakan, sesuai dengan sumber, proses, dan lingkungan pengendapannya. Keterdapatan uranium di Sibolga pada batuan sedimen Formasi Sibolga merupakan suatu potensi yang layak untuk dikembangkan tetapi hingga saat ini belum diketahui pola pengendapan dan proses mineralisasi uranium tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola sebaran batuan dan keterdapatan anomali kadar uranium berdasarkan data geologi, radiometri permukaan, dan data log bor untuk mengetahui proses pengendapan batuan dan mineralisasi uranium. Keterdapatan mineralisasi berdasarkan data log bor tersebar dari satuan konglomerat alas Kgl 1, satuan batupasir 1 Bp 1, satuan konglomerat 2 Kgl 2, dan satuan batupasir 2 Bp 2 dengan ketebalan dan sebaran semakin ke atas semakin menipis. Sebaran mineralisasi pada bagian timur pada satuan batuan konglomerat 1 lebih didominasi oleh mineral detrital hasil pengendapan epigenetik berupa monasit yang terbentuk pada saat pembentukan granit sebagai batuan sumber. Pada satuan batuan di atasnya mineralisasi berbentuk pola alur channel yang berarah timur laut-barat daya, yang terbentuk secara syn-genetic dengan mineral berupa uraninite, carnotite, dan coffinite. Pengendapan batuan Formasi Sibolga berasal dari timur ke arah barat dan pengendapan uranium terjadi akibat perbedaan kondisi lingkungan pengendapan dari oksidasi di bagian timur menjadi lebih reduktif di bagian barat daya. Peningkatan kandungan material organik yang cukup tinggi pada lingkungan pengendapan bagian barat daya menyebabkan lingkungan pengendapan dalam kondisi reduksi. Kata kunci sedimen, uranium, mineralisasi, granit, Sibolga. ABSTRACT Uranium in nature formed in various deposit type, depends on its sources, process, and depositional environments. Uranium occurrence in Sibolga, hosted in sedimentary rocks of Sibolga Formation, is properly potential to develop; nevertheless, the depositional pattern and uranium mineralization process so far had not been recognized. The research aim is to determine the rock distribution patterns and the existence of uranium grade anomalies based on surface geology and borehole log data. Mineralization occurrences from borehole log data distributed from basalt conglomerate unit Kgl 1, sandstone 1 unit Bp 1, conglomerate 2 unit Kgl 2, and sandstone 2 unit Bp 2 with their distribution and thickness are thinning to the top. Mineralization distribution in the eastern area, mainly on Kgl 1 unit, dominated by detritus materials from epi-genetic depositional in the form of monazite which is formed along with the formation of granite as its source rock. Meanwhile, mineralization on the upper rocks units formed a channel pattern trending northeast-southwest, which formed in syn-genetic process consist of uraninite, carnotite, and coffinite. Sibolga Formation deposition originated from east to west and uranium deposit formed because of the differences of depositional environment from oxidation in the east to the more reductive in the southwest. The increasing of organic materials in southwest basin caused the reduction condition of depositional environment. Keywords sediment, uranium, mineralization, granite, Sibolga. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful PENDAHULUAN Keterdapatan uranium di suatu daerah merupakan suatu potensi yang sangat strategis karena merupakan bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir. Berbagai tipe cebakan telah dijumpai di berbagai belahan dunia yang didominasi oleh tipe cebakan ketidakselarasan unconformity, batupasir sandstones, kompleks breksi breccia complexes, granit, tipe gunung api volcanic related, serpih hitam blackshale, dan tipe cebakan lainnya [1]. Formasi Sibolga yang tersusun oleh batupasir merupakan salah satu formasi yang mengandung kadar uranium cukup signifikan [2]. Mobilisasi dan pengendapan uranium pada batuan sedimen dipengaruhi oleh dua hal yang dominan, yaitu 1 kondisi geologi global dipengaruhi oleh kandungan material organik yang sangat bervariasi pada batuan sedimen sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan Eh-pH, 2 keterdapatan material organik pada batuan sedimen dapat menyebabkan terjadinya perubahan valensi pada uranium sehingga uranium valensi 6 UVI dapat berubah menjadi uranium valensi 4 UIV [3]. Mobilisasi uranium dapat terjadi akibat proses hidrotermal dan proses oksidasi oleh air tanah. Karena perbedaan tingkat kelarutan antara kondisi uranium teroksidasi dan kondisi tereduksi, maka kondisi reduksi sangat efektif dalam penyerapan uranium dan pembentukan mineral hasil reduksi dengan uranium terlarut dalam larutan oksidasi [4]. Mineralisasi uranium di Sektor Aloban Sibolga merupakan tipe batupasir tabular epigenetik epigenetic tabular sandstone type yang diendapkan pada zona reduksi-oksidasi redox dengan jenis mineral uraninite, carnotite, dan coffinite yang merupakan mineralisasi permukaan [5]. Keterdapatan uranium pada bagian dekat dengan permukaan sangat sering terbentuk, kajian geofisika juga telah dilaksanakan. Hingga saat ini belum diketahui pola sebaran mineralisasi secara detail serta proses pengendapan belum diketahui. Untuk mengetahui pola penyebaran, bentuk, serta proses pengendapan uranium di Sibolga maka dilakukan evaluasi terhadap seluruh data bor yang pernah dlakukan di Aek Siti dan Harirongga. Dengan evaluasi ini diharapkan dapat memperlihatkan sebaran uranium dan proses pengendapannya. METODOLOGI Data yang digunakan dalam pengamatan mineralisasi uranium adalah data geologi permukaan, radiometri, dan log bor. Data radiometri merupakan suatu data khusus dalam eksplorasi uranium atau mineral lain yang mengandung unsur radioaktif. Pada prinsipnya segala sesuatu yang bersifat radioaktif, termasuk batuan yang mengandung uranium atau thorium memancarkan radiasi yang hanya dapat ditangkap oleh detektor. Alat yang digunakan dalam pengambilan data radiometri di lokasi penelitian adalah  SPP2NF. Prinsip pengukuran radiometri dengan alat SPP2NF adalah dengan memperkirakan kadar uranium pada batuan dengan mencacah seluruh sinar gamma yang tertangkap oleh detektor NaITl. Satuan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah cps count per second. Namun dikarenakan cacahan sinar gamma dapat berasal dari uranium, thorium, dan potassium maka biasanya kadar uranium hasil pengukuran dengan metoda ini dilambangkan dengan rU relative uranium.  Exploranium GR-320, dilakukan untuk mengetahui tingkat konsentrasi uranium, thorium, dan potassium dengan mencacah sinar gamma yang dipancarkan Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X berdasarkan asal jenis nuklida dan tingkat energinya. Cacahan sinar gamma yang ditangkap oleh detektor selanjutnya diubah menjadi spektrum dan dibedakan berdasarkan jenis nuklida yang ditangkap. Evaluasi dilakukan terhadap 22 titik bor yang terdapat pada daerah Aloban, Sibolga. Analisis data dilakukan dengan rekonstruksi dan korelasi stratigrafi antar lubang bor, keterdapatan anomali kadar uranium pada setiap lubang bor, dan analisis struktur sedimen untuk mengetahui lingkungan pengendapan. Analisis proses akumulasi uranium didasarkan pada model akumulasi uranium pada batuan sedimen yang secara umum dapat dibagi ke dalam dua model lingkungan, yaitu lingkungan reduksi dan resistat [4]. Lingkungan reduksi merupakan suatu lingkungan pengendapan dimana uranium yang larut bersama air tanah dapat terakumulasi. Pada umumnya akumulasi terjadi dalam beberapa tahap perubahan lingkungan reduksi ke oksidasi yang menjadikan proses akumulasi yang terjadi menjadi semakin baik. Lingkungan resistat merupakan suatu lingkungan dimana uranium terikat secara kimia bersama mineral-mineral yang resisten terhadap pelapukan dan terendapkan pada batuan sedimen dalam bentuk endapan plaser sungai. Analisis proses akumulasi uranium juga didukung dengan pola sebaran setiap mineralisasi pada lapisan batuan yang sama. DATA DAN HASIL PENELITIAN Sibolga merupakan cekungan antar pegunungan yang secara geologi memungkinkan terbentuknya cebakan uranium tipe sedimenter. Sumber uranium berasal dari granit yang berumur Perem. Secara stratigrafi regional daerah Sibolga dibagi menjadi delapan formasi dari tua ke muda, yaitu Formasi Kluet metaarenit dan argilit, Formasi Sibolga granit, diorit, dan granodiorit berumur Perem Akhir–Trias Awal, Formasi Gunung api Angkola, Formasi Barus batupasir karbonan dan batubara berumur Oligosen–Miosen Awal, Formasi Gunung api Pinapan, Tuff Toba, Aluvium Tua, dan Aluvium berumur Kuarter [6]. Peta geologi regional terdapat pada Gambar 1. Hasil pengukuran geofisika diketahui permukaan granit secara umum sangat dangkal di sebelah timur dan menjadi semakin dalam di bagian tengah dan barat daya. Secara umum permukaan granit berada pada elevasi -121,01 sampai 170,72 meter dari permukaan laut [7]. Secara umum lokasi penelitian tersusun oleh Formasi Sibolga yang dapat dibedakan dalam enam satuan batuan, yaitu satuan granit, satuan konglomerat alas konglomerat 1, satuan batupasir 1, satuan konglomerat 2, satuan batupasir 2, dan satuan endapan aluvial. Kondisi singkapan batuan di lapangan adalah seperti Gambar 2. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful Gambar 1. Peta Geologi Regional daerah Sibolga dan sekitarnya [6]. Gambar 2. Singkapan batuan hasil pemetaan geologi a singkapan granit pada bagian timur, b konglomerat alas, c lapisan batubara, d batupasir berlapis. Secara rinci sebaran satuan batuan di daerah penelitian adalah seperti Gambar 3, dengan karakteristik batuan sebagai berikut a. Satuan Granit Satuan ini tersusun atas dua jenis batuan yang dapat dibedakan secara megaskopis, yaitu granit bertekstur kasar dan granit dengan tekstur halus. Granit bertekstur kasar tersebar di Aek Padabu-dabuan dan Aek Korsik, berwarna putih sampai kemerahan. Granit bertekstur halus ditemui di bagian timur laut daerah penelitian, berdekatan dengan Desa Hajoran. Warna batuannya adalah abu-abu kemerahan, tekstur halus, dan berkomposisi mineral sama dengan batuan granit bertekstur kasar. b. Satuan Konglomerat Alas Konglomerat 1/Kgl 1 Satuan konglomerat alas merupakan satuan pertama yang diendapkan pada Formasi Sibolga yang menumpang di atas granit. Satuan ini secara umum merupakan konglomerat dengan fragmen-fragmen granit berukuran 5 cm–2,5 m, bentuk fragmen menyudut–membundar tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk, kekerasan sangat keras, massa dasar pasir dan feldspar. Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X z Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian. c. Satuan Batupasir 1 Bp 1 Satuan ini merupakan batupasir konglomeratan memiliki sebaran terluas di lokasi penelitian. Satuan ini terdiri atas konglomerat, breksi, batupasir kasar, batulanau, dan batubara. Konglomerat pada umumnya berwarna kuning kecoklatan, fragmen berukuran 5–30 cm, kemas terbuka, dan sortasi buruk. d. Satuan Konglomerat 2 Kgl 2 Satuan konglomerat ini tersusun oleh konglomerat dan breksi, berwarna coklat kekuningan–coklat tua, fragmen berukuran 5–20 cm, menyudut, kemas terbuka, matriks pasir kasar–sedang, dan sortasi buruk. Penyebaran satuan ini cukup luas berselingan dengan batupasir kasar, ketebalan lapisan bervariasi antara 1 sampai 3 m. e. Satuan Batupasir 2 Bp 2 Batupasir ditemukan tersebar pada bagian tinggian di daerah penelitian. Penampakan di lapangan batupasir berwarna abu-abu kecoklatan–coklat muda, berbutir halus–kasar, menyudut tanggung–membundar tanggung, sortasi baik, setempat diketemukan material karbon. f. Satuan Endapan Aluvium Al Satuan endapan aluvium tersebar merata di daerah dataran pada lokasi penelitian. Endapan aluvium terbentuk dari hasil erosi dan pengendapan batuan beku dan sedimen yang berada di sekitar lokasi penelitian. Anomali Kadar Uranium Eksplorasi uranium di daerah Aloban dilakukan pada tahun 1980-an hingga tahapan pemboran eksplorasi [7]. Pada daerah tersebut setidaknya telah dilakukan pemboran eksplorasi berjumlah 48 titik. Pada lokasi tersebut telah dilakukan logging geofisika dengan alat logging ST 22 dan GMT 3T yang memiliki keluaran kadar U3O8 [7]. Sebaran beberapa titik bor yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi dan kondisi topografi daerah Aloban seperti pada Gambar 4. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful Gambar 4. Peta topografi dan lintasan penampang geologi melintasi beberapa titik bor [7]. Berdasarkan data log batuan pada titik bor yang terdapat di daerah Aloban, dibuat penampang yang menghubungkan beberapa titik bor yang dianggap mewakili stratigrafi daerah Aloban. Penampang A-A’ berarah barat daya-timur laut yang melalui lima titik bor yang memiliki kedalaman berbeda-beda, yaitu WK-29 60, 79 m, WK-15 78,85 m, WK-47 85,70 m, WK-23 79,47 m, dan WK-20 62,90m. Pada titik bor WK-29 yang terletak pada topografi paling rendah -5,4 mdpl menembus hingga batuan dasar granit dengan beberapa anomali kadar uranium pada konglomerat 52 m dan pada batupasir 12,5 dan 40 m. Titik bor WK-15 dengan elevasi 22,25 mdpl menembus anomali pada konglomerat 54–61 m dan 71 m dan pada batupasir 22 m dan 51 m. Titik WK-47 dengan elevasi 48,9 mdpl menembus hingga batuan dasar granit dan beberapa anomali pada batupasir 56 m, 49 m, 18 m, 12 m, 7 m, 3 m. Titik bor WK-23 dengan elevasi 71,09 mdpl sebagian besar menembus konglomerat dengan anomali pada batuan konglomerat 76 m, 65 m, dan 62 m. Titik bor WK-20 dengan elevasi 82 mdpl menembus hingga batuan dasar granit dan beberapa anomali kadar uranium pada batuan konglomerat 39 m, 35 m, 28 m, dan 11 m. Korelasi dari kelima titik bor tersebut seperti pada Gambar 5. Penampang yang tegak lurus dengan penampang A-A’ adalah penampang D-D’ berarah barat laut-tenggara yang melalui 6 enam titik bor dengan kedalaman yang berbeda-beda, yaitu WK-43 73,08 m, WK-42 63 m, WK-16 66,6 m, WK-15 78,85 m, WK-17 66,9 m, dan WK-14 44,61 m. Titik bor WK-43 dengan elevasi 47,16 mdpl dengan inklinasi 70º menembus anomali kadar uranium pada konglomerat 30 m. Titik bor WK-42 terletak pada elevasi 25,3 mdpl dengan inklinasi 80º menembus hingga batuan dasar granit dengan anomali pada konglomerat pada kedalaman 40–45 m dan 4 m dan pada batupasir 35 m. Titik bor WK-16 pada elevasi 7,62 mdpl menembus anomali pada konglomerat 50 m dan beberapa anomali dengan ketebalan Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X centimetrik pada batupasir. Titik Bor WK-15 dengan elevasi 22,25 mdpl menembus anomali pada konglomerat 70 m dan 55–60 m, dan pada batupasir 50 m dan beberapa anomali berukuran milimetrik. Titik bor WK-17 dengan elevasi 19,33 mdpl menembus hingga batuan dasar granit dan anomali pada konglomerat 49 m dan 56 m dan pada batupasir 46 m. Titik Bor WK-14 dengan elevasi 20,94 mdpl menembus hingga batuan dasar granit dan anomali pada konglomerat 38 m. Korelasi antartitik tersebut terdapat pada Gambar 6. Gambar 5. Penampang A-A’ yang mewakili beberapa titik bor berarah barat daya-timur laut. Gambar 6. Penampang D-D’ yang membentang dengan arah barat laut-tenggara. Selain dua penampang tersebut juga dibuat beberapa penampang lainnya. Dari hasil korelasi antarpenampang batuan dan anomali kadar uranium maka dapat dilakukan Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful pembuatan peta sebaran anomali kadar uranium berdasarkan batuan favourable. Hal ini dapat digunakan untuk menghitung luasan anomali kadar uranium pada lapisan batuan yang berbeda. Korelasi beberapa titik bor yang memiliki anomali pada satuan batuan yang sama. Dari korelasi tersebut didapatkan bentuk sebaran anomali. Sebaran anomali kadar uranium berdasarkan satuan batuan favourable seperti pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebaran anomali kadar uranium yang paling luas terdapat pada satuan batuan konglomerat 1 Kgl 1, kemudian sebaran pada satuan batupasir 1 Bp 1 yang memperlihatkan sebaran anomali kadar uranium membentuk alur-alur berarah timur laut-barat daya. Pada satuan batuan konglomerat 2 Kgl 2 anomali kadar uranium membentuk pola alur channel yang berarah timur laut-barat daya. Sebaran anomali kadar uranium tersebut lebih rendah dari lapisan di bawahnya. Pada lapisan batupasir 2 yang merupakan lapisan paling atas pada daerah penelitian masih terdapat anomali kadar uranium pada dua titik bor. Pola sebaran anomali kadar uranium pada setiap lapisan memiliki penyebaran menerus dari arah timur dan pada bagian barat memiliki pola yang tidak menerus. Pada satuan konglomerat 1 Kgl 1 yang merupakan batuan sedimen yang memiliki kontak dengan batuan granit memiliki sebaran anomali kadar uranium yang lebih luas dibandingkan dengan batuan di atasnya. Gambar 7. Sebaran anomali mineral radioaktif pada lubang bor, a pada batuan konglomerat 1, b pada batuan batupasir 1, c pada lapisan konglomerat 2, d pada lapisan batupasir 2. Analisis Lingkungan Pengendapan Analisis lingkungan pengendapan dilakukan dengan pengamatan keberadaan struktur sedimen dan korelasi antarlubang bor untuk mengetahui penyebaran litologi secara horizontal dan vertikal. Berdasarkan Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X penampang litologi timur-barat, diketahui bahwa penyebaran konglomerat yang merupakan produk aliran debris mendominasi litologi di daerah penelitian. Analisis sistem pengendapan aliran debris dapat diamati dari keberadaan matriks berukuran pasir dengan dominan kemas terbuka matrix supported dan bentuk butir menyudut. Fragmen dari konglomerat alas merupakan batuan granit sampai dengan granodiorit dan berukuran centimetrik sampai dengan desimetrik. Struktur sedimen yang dapat diamati adalah reverse graded sampai normal graded. Ketebalan satuan konglomerat alas bervariasi dari 10 meter sampai mencapai hampir 50 meter. Di atas konglomerat alas, diendapkan batupasir kasar sampai batulanau dan merupakan endapan abandoned channel. Struktur sedimen yang berkembang pada lapisan ini adalah parallel lamination dan graded bedding. Secara umum dapat disimpulkan di lokasi penelitian berdasarkan pengamatan lapangan dan korelasi antara lubang bor bahwa siklus pengendapan aliran debris sampai endapan abandoned channel terjadi selama tiga kali. Berdasarkan penampang A-A’ yang merupakan penampang sejajar arah pengendapan dapat terlihat bahwa ketebalan satuan konglomerat menipis dari posisi proksimal ke posisi distal. Pada posisi tegak lurus arah pengendapan penampang C-C’, lapisan konglomerat mempunyai pelamparan yang luas atau hampir selebar daerah penelitian kurang lebih 1 km. Berdasarkan kenampakan litologi dan keberadaan mineral dapat diketahui suasana pengendapan bervariasi dari lingkungan reduksi sampai oksidasi. Suasana lingkungan pengendapan reduksi terjadi pada endapan fraksi halus dan dicirikan dengan warna batuan keabuan serta mengandung material karbon sampai batubara dan mineral pirit. Suasana oksidasi dapat terlihat dari warna batuan yang putih sampai kemerah-merahan dan dicirikan dengan keberadaan mineral hematit. PEMBAHASAN Tipe mineralisasi endapan uranium yang berhubungan dengan batuan granitik lebih banyak berhubungan dengan batuan leucogranit peraluminous. Batuan ini memiliki variasi komposisi yang sangat terbatas biotit <10% dan sangat berkorelasi dengan peningkatan indeks peraluminusitasnya dimana peningkatan kadar uranium berkaitan dengan tingkat fraksinasi [8]. Granit Sibolga dapat menjadi batuan sumber uranium karena telah mengalami proses pelapukan. Batuan yang mengandung uranium apabila mengalami proses pelapukan dan dialiri oleh air tanah maka akan menyebabkan pembebasan uranium dan unsur kimia lainnya dan terbawa oleh larutan air tanah [9]. Keterdapatan uranium pada air tanah hanya akan bertahan pada kondisi oksidasi dalam bentuk uranil UVI dan kondisi redoks akan mengontrol perubahan kondisi uranium dalam air tanah menjadi mineral akibat tingkat kelarutan yang sangat berbeda sehingga dalam kondisi reduksi akan segera terbentuk mineral dengan jenis uranium UIV pada batuan sedimen [10]. Berdasarkan tipe pengendapannya, keterdapatan mineralisasi uranium pada lingkungan batuan sedimen dibagi ke dalam tiga kelompok utama, yaitu cebakan zona redoks pada lingkungan pengendapan laut SRtm, cebakan zona redoks pada lingkungan darat/benua SRtc, dan kristalisasi kimia yang berhubungan dengan endapan cebakan pada zona redoks SCcr. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful Berdasarkan kondisi geologi daerah Sibolga terbentuk pada lingkungan pengendapan darat [2]. Hubungan yang kuat antara material organik dengan endapan uranium dalam batuan sedimen serta pada perubahan karakteristik pengendapan, baik secara fisik maupun komposisi kimia yang terbentuk secara bersamaan dengan perubahan pada daerah oksidasi yang dipengaruhi oleh oksidasi akibat pengaruh atmosfer dan kondisi reduksi merupakan proses kimia yang sangat penting akibat pengaruh dari material organik dalam proses pembentukan tipe endapan uranium [4]. Uranium dapat terendapkan dan membentuk mineral uraninit oleh penyerapan pada material organik dan/atau oleh reduksi UO22+ akibat aktivitas bakteri anaerobik [1]. Tipe endapan uranium yang mungkin terbentuk pada daerah Sibolga seperti ilustrasi pada Gambar 8. Gambar 8. Ilustrasi proses pembentukan dan jenis endapan mineral radioaktif pada batuan sedimen dengan batuan sumber granit. Evaluasi Pembentukan Mineralisasi Uranium Berdasarkan keseluruhan data yang dikumpulkan baik berupa data sekunder maupun data primer yang berupa data geologi regional, pemboran, log geofisika, pemetaan geologi, radiometri, mineralogi, dan lain-lain maka dapat dilakukan suatu evaluasi sistem pengendapan uranium pada sektor Aloban. Analisis ditekankan lebih kepada genesa akumulasi uranium pada batuan sedimen dan tidak kepada proses diferensiasi magma yang menyebabkan terbentuknya mineralisasi uranium. Mineral yang terbentuk di daerah ini adalah uraninite, carnotite, dan coffinite [5]. Hasil analisis dapat dijabarkan bahwa proses pembentukan Formasi Sibolga dan mineralisasi radioaktif terbentuk dalam beberapa tahap. Pembekuan atau pembentukan batuan granit terjadi pada Perem Akhir sampai Trias Awal, atau sekitar 250 juta tahun yang lalu dan merupakan granit tipe S [6, 2]. Hal ini memungkinkan terkandungnya unsur uranium yang cukup tinggi pada tubuh batuan granit dan dapat terbebaskan pada saat proses pelapukan [9]. Pengendapan batuan sedimen yang merupakan hasil rombakan dari granit terjadi pada Oligosen–Miosen Awal [6, 11]. Pengendapan batuan sedimen tersebut diawali dengan adanya gejala pensesaran normal yang menyebabkan terjadinya perbedaan elevasi dan memungkinkan terbentuknya endapan batuan sedimen pada sistem kipas aluvium yang mengandung material organik dan membentuk lapisan serpih hitam pada satuan batuan konglomerat dan batupasir. Bersamaan dengan pengendapan batuan sedimen terjadi pelarutan unsur radioaktif dari batuan dan lapukan batuan granitik dan Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X terlarut di dalam air tanah berbentuk uranil UVI. Unsur uranium yang berupa uranil akan segera terendapkan pada lapisan yang kaya akan material organik dan berubah menjadi UIV yang berbentuk mineral uraninite, carnotite, dan coffinite. Berdasarkan korelasi data litologi dari sumur pemboran dan data anomali radiometri dari log gamma ray maka dapat diketahui keberadaan akumulasi mineral/unsur radioaktif uranium dan thorium. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penyebaran anomali unsur radioaktif tersebar merata pada litologi konglomerat, batupasir, dan batulanau. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa lingkungan pengendapan pada saat kondisi reduksi tidak hanya pengaruh dari kandungan materal organik pada batuan tetapi pengaruh kondisi lingkungan pengendapan secara umum. Dengan memperhatikan data penyebaran akumulasi uranium maka diketahui bahwa proses mineralisasi tidak hanya terjadi selama satu kali bersamaan dengan proses sedimentasi syn-sedimentation/syn-genetic tetapi mineral yang mengandung uranium seperti monasit juga telah terbentuk pada batuan granit sebelumnya karena mineral monasit mempunyai ikatan kimia kuat sehingga mengikat unsur uranium [12]. Mineral radioaktif pada awalnya terbentuk pada saat pembentukan batuan granit berupa monasit yang mengandung uranium, thorium, dan unsur tanah jarang REE. Pada proses selanjutnya akan terbentuk sebagai mineral robakan granit penyusun batuan sedimen [13, 14]. Pengendapan mineral radioaktif berupa uraninite, carnotite, dan coffinite terbentuk pada proses redoks dengan kondisi reduksi yang dipengaruhi oleh kandungan material organik yang cukup tinggi [15] sehingga keterdapatannya hanya terbentuk pada serpih hitam yang kaya akan material organik [3]. Pengendapan uranium pada batuan sedimen berasal dari arah timur dan mengikuti arah aliran air tanah membentuk beberapa pola alur yang berarah timur laut- barat daya. Pada bagian timur di sekitar kontak antara batuan sedimen dengan granit, mineralisasi uranium didominasi oleh mineral hasil rombakan granit monasit dengan penyebaran yang cukup luas, terutama pada satuan batuan konglomerat 1. Semakin ke atas keterdapatan mineral radioaktif membentuk pola alur channel yang berarah timur laut-barat daya yang menunjukkan bahwa batuan induknya terbentuk dalam suatu pola pengendapan sungai teranyam [16, 17]. Pada daerah timur mineralisasi berupa hasil rombakan sehingga kaya akan uranium, thorium, dan unsur tanah jarang REE sedangkan pada bagian barat daya mineralisasi uranium berbentuk tabular dan lebih kaya akan kandungan uranium. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pengendapan di bagian timur masih berupa lingkungan oksidasi yang menyebabkan terlarutnya unsur uranium dan terendapkan di bagian baratdaya yang merupakan lingkungan pengendapan reduksi [14, 18]. Korelasi pengendapan batuan di Sibolga adalah seperti Gambar 9. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful Gambar 9. Bentuk dan sebaran mineralisasi uranium pada Formasi Sibolga berdasarkan korelasi data pemboran. KESIMPULAN Mineralisasi uranium pada batuan sedimen Formasi Sibolga sangat dipengaruhi oleh kondisi redoks pada lingkungan pengendapan darat. Mineral yang mengandung uranium, thorium, dan REE berupa monasit terbentuk pada saat pembentukan granit tipe S yang merupakan batuan sumber unsur uranium dan mengalami pelepasan uranium akibat proses pelapukan. Hasil pencucian uranium terendapkan pada bagian barat daya pada lingkungan pengendapan reduksi berupa mineral uraninite, carnotite, dan coffinite. Pengendapan uranium pada bagian timur merupakan mineralisasi epigenetik yang berbentuk tabular sedangkan pada bagian barat daya mineralisasi uranium terbentuk secara syn-genetic yang berbentuk tabular terutama pada lapisan yang kaya material organik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir atas penyediaan data bor tidak dipublikasikan yang sangat membantu dalam analisis lingkungan pengendapan dan evaluasi pembentukan mineralisasi uranium di daerah penelitian. DAFTAR PUSTAKA [1] P. Bruneton and M. Cuney, Geology of Uranium Deposits, no. 1956. Elsevier Ltd, 2016. [2] R. P. Kusumadinata and S. Sastrowihardjo, “Uranium Prospect in Tertiary Sediments in the Sibolga Area, North Sumatera,” in Uranium Deposits in Asia and the Pacific Geology and Exploration, 1988, pp. 121–140. [3] S. A. Cumberland, G. Douglas, K. Grice, and J. W. Moreau, “Uranium Mobility in Organic Matter-Rich Sediments A Review of Geological and Geochemical Processes,” Earth Sci. Eksplorium p-ISSN 0854-1418 Volume 37 No. 2, November 2016 125–138 e-ISSN 2503-426X Rev., 2016. [4] C. S. Spirakis, “The Roles of Organic Matter in the Formation of Uranium Deposits in Sedimentary Rocks,” vol. 8, pp. 53–69, 1996. [5] M. Masdja, S. Sastrowihardjo, and P. Tampubolon, “Uranium Mineralisation in Sibolga Formation at Aloban, North Sumatera,” In Seminar on Uranium Exploration, Geology and Extraction, 1989, pp. 123–144. [6] J. A. Aspde, W. Kartawa, D. T. Aldiss, A. Djunuddin, D. Diatma, M. C. G. Clarke, R. Whandoyo, dan H. Harahap, “Peta Geologi Lembar Padang Sidempuan dan Sibolga, Sumatera,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1992. [7] A. G. Muhammad, M. Nurdin, H. Syaeful, dan P. Widito, “Survey Geolistrik Tahanan Jenis di Daerah Aloban dan Sekitarnya, Sibolga, Sumatera Utara,” Eksplorium, vol. 33, no. 1 Mei, 2012. [8] M. Cuney, “The Extreme Diversity of Uranium Deposits,” Miner. Depos., vol. 44, no. 1, pp. 3–9, 2009. [9] J. Wang, J. Liu, H. Li, Y. Chen, T. Xiao, G. Song, D. Chen, and C. Wang, “Uranium and Thorium Leachability in Contaminated Stream Sediments from a Uranium Minesite,” J. Geochemical Explor., pp. 6–11, 2016. [10] D. Cinti, P. P. Poncia, L. Brusca, F. Tassi, F. Quattrocchi, and O. Vaselli, “Spatial Distribution of Arsenic, Uranium and Vanadium in the Volcanic-Sedimentary Aquifers of the Vicano-Cimino Volcanic District Central Italy,” J. Geochemical Explor., vol. 152, pp. 123–133, 2015. [11] K. Ullah, N. U. Khattak, A. A. Qureshi, M. Akram, H. A. Khan, and A. Nisar, “Search for Uranium Source in Warcha Sandstone, Salt Range, Pakistan, Using SSNTD Technique,” vol. 40, pp. 491–495, 2005. [12] M. Cuney, A. Emetz, J. Mercadier, V. Mykchaylov, V. Shunko, and A. Yuslenko, “Uranium Deposits Associated with Na-Metasomatism from Central Ukraine A Review of Some of the Major Deposits and Genetic Constraints,” Ore Geol. Rev., vol. 44, pp. 82–106, 2012. [13] M. Min, J. Chen, J. Wang, G. Wei, and M. Fayek, “Mineral Paragenesis and Textures Associated with Sandstone-Hosted Roll-Front Uranium Deposits , Nw China,” vol. 26, pp. 51–69, 2005. [14] S. M. Zaid, M. I. Moustafa, and M. G. Barakat, Mineralogy, Chemistry and Radioactivity Of The Heavy Minerals in the Black Sands, along the Northern Coast Of Egypt. Elsevier Ltd, 2016. [15] J. Eagling, P. J. Worsfold, W. H. Blake, and M. J. Keith-Roach, “Influence of Sediment Redox Conditions on Uranium Mobilisation During Saline Intrusion,” Chem. Geol., vol. 357, pp. 158–163, 2013. [16] S. Ortaboy and G. Atun, “Kinetics and Equilibrium Modeling of UraniumVi Sorption by Bituminous Shale from Aqueous Solution,” Ann. Nucl. Energy, vol. 73, pp. 345–354, 2014. [17] Q. J. Fisher and P. B. Wignall, “Palaeoenvironmental Controls on the Uranium Distribution in an Upper Carboniferous Black Shale Gastrioceras Listeri Marine Band and Associated Strata; England,” Chem. Geol., vol. 175, no. 3–4, pp. 605–621, 2001. Evaluasi Sistem Pengendapan Uranium pada Batuan Sedimen Formasi Sibolga, Tapanuli Tengah Oleh I Gde Sukadana dan Heri Syaeful [18] I. H. Saleh and A. A. Abdel-Halim, “Determination of Depleted Uranium Using a High-Resolution Gamma-Ray Spectrometer and Its Applications in Soil and Sediments,” Integr. Med. Res., 2015. ... Uranium Exploration in Indonesia has been one of a focus of mineral exploration by the government. This has involved many exploration methods for many type of deposits, such as metamorphic type in West Kalimantan, placer type in Bangka Belitung, and sandstone type in North Sumatera [1]- [5]. However uranium deposits are difficult to locate for some reasons such economic, environmental and geological. ...... The uranium source is originate from Premian granitic rock the deposited in Tertiary sedimentary rocks. Uranium mineralization in this area found in Barus formation containing sandstone, carbonaceous shale and coal is epigenetic tabular type forming uraninite, coffinite and carnotite ore [5]. Theoretically, Sibolga area can be ideal example to create fuzzy logic assessment of sandstone-hosted uranium mineralization. ...... The maps then classified into more favorable felsic igneous rocks and less possible sedimentary, metamorphic, and volcanic rocks source rock of uranium. Furthermore, the felsic igneous rocks were re-classified for its forming age so that the Pre-tertiary granite is more favorable than the younger ones as the source for known occurences [5]. ...Application of GIS using the fuzzy logic method in mineral prospectivity mapping has been widely used for many commodities including for uranium. The method has been proven as an effective tool for expanding exploration targetting as it discovered known deposit correctly. The aim for this work is to locate the prospective area for sandstone-hosted uranium deposit in Sibolga Area, North Sumatera deductively. The known occurrences of sandstone- hosted uranium that have been discovered in this area prior to the uranium exploration of BATAN since 1969 are being used for verifying the reliability of prospectivity map produced. The prospectivity mapping is based on three knowledge-driven input maps fundamental to mineralization of sandstone- hosted uranium deposit source, transport, and trap. These maps also constructed from several expert- weighted spatial datasets input that processed with the fuzzy operator. The source datasets are granitic rocks that later classified by age constructing felsic-igneous source combined with sedimentary source derived from simplified lithology type. Recent hydrology map, geological structures, and local SRTM-lows operated together as fluid pathways then combined with hydrogeological map constructed the transport maps. The trap datasets consist of channel map operated from a recent hydrology map and local SRTM-lows that then operated with sedimentary basin map. The prospectivity map resulted from gamma operator of those three input maps judged to be reliable due to accurate locating the known occurrences on medium to high favorability value.... Uranium pada tipe endapan batupasir dapat terendapkan pada kondisi reduksi akibat agen reduksi pada batuan seperti material karbonan, sulfida, hidrokarbon, dan mineral feromagnesian [4]. Penelitian pada 22 titik bor di Sektor Aloban menunjukkan bahwa material organik dapat terbentuk bersamaan dengan terbentuknya batuan pembawa uranium [6]. Uranium yang terlarut dalam air tanah sebagai akibat dari pelarutan batuan dan pelapukan batuan granitik kemudian terserap oleh material organik tersebut dan membentuk mineral uraninit, karnonit, dan kofinit. ...... Pembentukan granitoid busur kepulauan ini disertai dengan pembentukan granit intra-benua sebagai hasil gaya ekstensi saat tumbukan antara Blok Malaya Timur dengan Blok Sibumasu pada Trias Akhir hingga tumbukan Blok Sibumasu dengan Woyla Nappe pada Kapur Awal [9][10][11]. Secara lebih rinci, Sektor Aloban yang merupakan Kompleks Sibolga, terdiri atas 6 satuan batuan yaitu, Satuan Granit/ Granodiorit G/Gd, Satuan Konglomerat 1 KGL1, Satuan Batupasir 1 BPS1, Satuan Konglomerat 2 KGL2, Satuan Batupasir 2 BPS2, dan Satuan Endapan Aluvium Al [6]. Sebaran litologi dari satuan batuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. ...... Berdasarkan penelitian terdahulu, pengendapan uranium yang terjadi di daerah Sibolga merupakan hasil pelapukan batuan granit Formasi Sibolga seperti halnya yang umum terjadi pada endapan tipe sedimenter di dunia [6], [14][15][16]. Proses pelapukan dapat melarutkan unsur-unsur radioaktif dalam batuan sehingga terbawa oleh fluida dan terendapkan di lapisan yang kaya oleh material organik [6] seperti pada endapan tipe batupasir di Texas, Amerika Serikat [14] dan di banyak tempat di Benua Australia [15]. ...ABSTRAKEksplorasi uranium di daerah Sibolga telah dilakukan sejak tahun 1978 oleh BATAN dan berhasil menemukan mineralisasi uranium tipe batupasir. Penelitian mengenai konsep mineralisasi uranium pada batupasir dan konglomerat di Sektor Aloban, Sibolga, telah dilakukan melalui data 22 titik bor yang menghasilkan penampang geologi, peta sebaran anomali, serta data cacahan radiometri dan geokimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber daya uranium di Sektor Aloban dengan mencari hubungan antara nilai cacahan radiometri dan data geokimia pada data hasil penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan geostatistik. Pengolahan geostatistik menggunakan perangkat lunak SGeMS menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,5 sehingga data radiometri dan geokimia diinterpretasikan memiliki korelasi yang baik. Estimasi sumber daya uranium dihitung pada Satuan Konglomerat I dan Batupasir I yang memiliki sebaran lapisan mineralisasi tebal dan luas. Nilai kadar rata-rata uranium untuk Satuan Konglomerat I dan Satuan Batupasir I adalah 173,03 ppm U dan 161,54 ppm U secara berurutan. Estimasi sumber daya uranium di Sektor Aloban adalah 415 ton uranium sebagai sumber daya explorations in Sibolga Area have been conducted since 1978 by BATAN and successfully result in sandstone-type uranium mineralization. Research related to uranium mineralization concept on sandstone and conglomerate at Aloban Sector, Sibolga has been conducted through 22 boreholes data which resulted in the geological section, anomaly distribution along with radiometry counting and geochemistry data. This research objective is to obtain uranium resources in Aloban Sector by correlating radiometry counting and geochemical data from previous research by using a geostatistic approach. Geostatistical processing using SGeMS software shows a correlation coefficient of so that the radiometry and geochemical data are interpreted to have a good correlation. Uranium Resources estimation was measured on Conglomerate I and Sandstone I units which are considered to have thick and wide mineralization distribution. The average uranium grade for Conglomerate I and Sandstone I units are ppm U and ppm U respectively. Uranium resource estimation at Aloban Sector is 415 tons as inferred Mariska Puteri Adhesti Margaretha WidyastutiWater demands and risks of groundwater pollution in the Klaten District consistently increase as the human population grows over the years. This study aimed to examine the intrinsic and specific groundwater vulnerability levels low, moderate, high and analyze the spatial distribution and degree of contribution of the parameters to the vulnerability in some parts of the district area. The data included depth to the water table measured directly at selected wells, rainfall records in 2009–2019, land-use maps RBI, 30m DEM SRTM, geological maps and geoelectric data. Groundwater vulnerability was analyzed with the Susceptibility Index by overlaying five parameters, which according to the results varied across the district shallow to deep groundwater, aquifers that were composed of sandstone, sand and gravels and rock materials in between, topography of <2%and 2–6% and diverse land-use types from agricultural fields to built-up lands. Most of the research area had moderate intrinsic and specific vulnerability and followed by high and and low and Also, depth to the water table and land use are the most influencing parameters. The results of this study are expected to provide a reference for the government to consider factoring in priority areas based on groundwater vulnerability levels in formulating the district’s spatial Bastori Moch. Djoko BirmanoBahan bakar nuklir merupakan komponen penting PLTN dalam menghasilkan panas. Besarnya kebutuhan bahan bakar nuklir akan mempengaruhi jumlah penyediaan bijih uranium. Demi menjaga keberlangsungan operasi PLTN, sangat penting untuk menjaga keseimbangan kebutuhan dan pasokan uranium. Oleh karena itu, sebelum PLTN dibangun di Indonesia perlu dilakukan analisis ketersediaan uranium, agar dapat dibuat strategi pasokan uranium yang baik. Metoda yang digunakan meliputi mengumpulkan data cadangan uranium di Indonesia, lalu menyusun spread sheet Nuclear Fuel Mass Balance NFMB Calculator untuk menghitung jumlah kebutuhan uranium pada setiap tahap siklus bahan bakar nuklir, selanjutnya membandingkan antara kebutuhan riil uranium PLTN dan cadangan uranium yang dimiliki oleh Indonesia. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa PLTN jenis PWR dengan kapasitas MWe akan menghasilkan energi listrik sebesar GWh dalam setahun. Dengan burn-up 43 GWd/tonU maka kebutuhan bahan bakar nuklir per tahun sekitar 28,93 ton yang didapatkan dari uranium alam U3O8 yellow cake sebanyak 244,68 ton atau setara dengan ton bijih uranium. Dengan cadangan uranium Indonesia ton dalam bentuk yellow cake, akan mampu memenuhi kebutuhan bagi 7 unit PLTN dengan kapasitas masing-masing MWe yang beroperasi untuk 40 tahun. Ibrahim Hindawy SalehA high-resolution gamma-ray spectrometer based on a hyper-pure germanium detector has been used to determine the amounts of depleted uranium in ground features subjected to military operations during the Gulf War of 1991 and in beach sediment samples collected from the northern side of the Arabian Gulf. The determination of 235U/238U was evaluated using spiked samples with a series of depleted uranium solutions. According to this method, the levels of depleted uranium were found to exceed of the total natural uranium required to achieve reasonable levels for detection. Soil results indicated that the average of the total radioactivity of 238U is Bq/kg, with approximately of this being represented by depleted uranium. For on-site and off-site individuals in an area of 10000 m2, the RESRAD computer code was applied to calculate the annual radiological dose, which determined a level of mSv of total U; the code was also used to estimate the cancer risk, the level of which was determined to be × 10−6 and × 10−6 due to the total U and DU, U is of enormous global importance because of its use in energy generation, albeit with potential environmental naturally occurring U is widespread in the Earth's crust at concentrations of ~ 1 to 3 ppm, higher concentrations can be found, including within organic matter OM-rich sediments, leading to economic extraction primary determinants of U behaviour in ore systems are pH, Eh, U oxidation state UIV, UVI and the abundance of CO32– concentration/availability and interrelationships among such determinants vary, and the solubility and mobility of ions OH−, CO32–, PO43 −, SiO44 −, SO42 − that compete for U primarily as UVI will also influence the mobility of addition, the presence of OM can influence U mobility and fate bythe degree of OM sorption to mineral surfaces Fe- and Si- oxides and hydroxides.Within solid-phase OM, microbes can influence U oxidation state and U stability through direct enzymatic reduction, biosorption, biomineralisation and biogenic UO2 product is, however, reported to be readily susceptible to reoxidation and therefore more likely remobilised over longer time several areas of uncertainty remain with respect to factors contributing to U accumulation, stability and/or re address these uncertainties, this paper reviews U dynamics at both geological and molecular deposits are characterized by their extreme diversity in size, grade, shape, geological environment, mineralogy, etc. They form at conditions ranging from deep high-grade metamorphic to surficial environments and from Neoarchean times to the Quaternary Period. The classification of uranium deposits has been improved in the past few years using both geological and/genetic classifications. Fifteen main types of deposits and about 40 subtypes are recognized in the latest International Atomic Energy Association IAEA geological classification of deposits, which is used in the 2014 version of the Red Book. Today, deposits associated with sandstone and Proterozoic unconformities produce more than 75% of the annual world production. Most deposits are located within large uranium provinces where exploration is active and new deposits are discovered on a regular basis. At the end of 2014, 1555 uranium deposits/districts were listed in the IAEA World Distribution of Uranium Deposits hundreds and six black sand samples have been collected from the beach areas along the northern coast of Egypt, parallel and perpendicular to the shoreline. The mineralogy and chemistry of the economic heavy minerals were studied. The grain size distribution of the studied economic minerals shows a unimodal class that mostly in the very fine sand size. The microscopic investigation indicates that the study area is enriched with six economic heavy minerals. These are ilmenite, magnetite, garnet, zircon, rutile and monazite; in addition to leucoxene, arranged in decreasing order of their abundance. The studied black sands suggest a reserve of 329, 183, 24, 21, 7, 1 and 14 thousand tons of ilmenite, magnetite, garnet, zircon, rutile, monazite and leucoxene, respectively. The spherical magnetite grains are higher in Fe2O3 than those of euhedral shaped grains. Ilmenite grains display sub-rounded to euhedral shapes. The altered ilmenite grains have higher TiO2 and lower Fe2O3 in comparison with the euhedral fresh ones. Garnet occurs as angular 49%, sub-spherical 45%, spherical 5% and euhedral grains 1%. Garnet grains containing mineral inclusions represent 10% of their concentrate. The euhedral garnet grains have Al, Fe, Mn, Mg and Ca that arranged in decreasing order of their abundance. The magnetic zircon fraction obtained from their bulk concentrate is particularly rich in colored grains 70%. Their common colors are red and brown with some malacons. The reddish-brown color of zircon may be due to iron oxide stains. Some magnetic zircon grains are enriched in Hf and REEs contents. Rutile grains are sub-to well rounded 70%, and rich in TiO2. Monazite is enriched in Ce, La, Nd, Th and U. Detectable inclusions of gold, copper, lead, galena, cinnabar, platinum group elements PGES and silver are recorded in cassiterite. The radiometric measurements revealed that the black sands of the western zone 4 km² have high values of specific activity, absorbed and effective doses. This is attributed to the high contents of radioactive monazite and zircon. On the other hand, the black sands in the eastern 3 km² and middle 3 km² zones have moderate and low radioactivity values due to their lower contents of radioactive zircon. Therefore, the black sands of the western zone are not recommended for use in building constructions, because the inhabitants will receive relatively high radioactive doses. Similarly, the black sands of the middle and eastern zones are also not suitable for building construction purpose unless the radioactive minerals are leachability and potential environmental risks of uranium U and thorium Th in aquifer sediments from a recent uranium minesite of northern Guangdong Province, China were investigated as part of ongoing environmental investigations. Data for the non-mineralogical portion of U, Th and of additional major elements Mn, Fe, Ca, Mg, Na, Al and K using a mol/L HCl partial leach and inductively coupled plasma optical emission spectrometry ICP-OES were presented for the contaminated sediments and a background sediment. The contaminated sediments reported leachable contents of U between and 2700 μg/g and those of Th between and μg/g, which exceed by a few to several hundred times the respective content found in the background. Generally, the leachable U and Th contents in the stream sediments decrease with distance from the potential contamination sources. A special case is the runoff gathering reservoir located around 1 km downstream of the U mine-site, representing the most severe metal contamination hotspot within the alpine watershed, where the highest leachable content of U and Th in the inlet sediment was observed. The highest leachability of U and Th was observed in this sediment as well, indicating a high potential of bioaccumulation and bioconcentration of U and Th under changing geochemical conditions. Correlations analysis indicates that the dilute HCl leachable fraction of U and Th bound in the sediments are strongly dependent on anthropogenic inputs from the U mining/milling activities, and Ca salts are the main the UK, several coastal nuclear sites have been identified as vulnerable to future sea level rise. Legacy contamination at these sites has accumulated in sub-surface sediments at risk of future seawater inundation and intrusion. Porewater salinization, changes in pH and the influx of oxygen into sediments may impact the stability of sediment associated uranium U. In this study, saturated column experiments were performed to compare the mobilisation of U from oxic and reduced sediments into seawater under environmentally relevant flow conditions. Uranium release profiles were independent of the initial geochemistry of the sediments. Uranium release from the sediments was kinetically controlled, showing relatively slow desorption kinetics, with release initially limited by the impact of the sediments on the pH of the seawater. Significant U release only occurred when the pH was sufficiently high for the formation of U-carbonate complexes pHoxic pHreduced Uranium was more strongly bound to the reduced sediments and after 400 pore volumes of seawater flow, release was more extensive from the initially oxic 46% compared with initially nitrate reducing 27% and iron reducing 18% sediments. The products of iron cycling appeared to act as a buffer limiting U mobilisation, but the on-going dissolution of the Fe-phases suggests that they did not form a permanent protective of UVI onto a bituminous shale BS from a nuclear power plant project site in Black Sea region was investigated for potential risk assessment when it releases into the environment with contaminated ground and surface water. The sorption characteristics of the BS for UVI recovery were evaluated as a function of contact time, adsorbent dosage, initial concentration, pH and temperature. Kinetic results fit better with pseudo-second-order model rather than pseudo-first-order. The possibility of diffusion process was analyzed based on Weber–Morris intra-particle diffusion model. The McKay equation assuming film- and intraparticle diffusion better predicted the data than the Vermeulen approximation presuming surface diffusion. Equilibrium sorption data were modeled according to the Langmuir, Dubinin–Radushkevich D–R and Freundlich isotherm equations. Sorption capacity increased from to mmol g−1 in 298–318 K temperature range. FT-IR analysis and pH dependent sorption studies conducted in hydroxide and carbonate media revealed that UVI species were sorbed in uranyl and its hydroxo forms on the BS. Desorption studies showed that UVI leaching with Black Sea water was negligible from the loaded BS. The activation parameters Ea, ΔH∗ and ΔG∗ estimated from diffusion coefficients indicated the presence of an energy barrier in the sorption system. However, thermodynamic functions derived from sorption equilibrium constants showed that overall sorption process was spontaneous in nature and entropy controlled. Jane EaglingIn the UK, several coastal nuclear sites have been identified as vulnerable to future sea level rise. Legacy contamination at these sites has accumulated in sub-surface sediments at risk of future seawater inundation and intrusion. Porewater salinization, changes in pH and the influx of oxygen into sediments may impact the stability of sediment associated uranium U. In this study, saturated column experiments were performed to compare the mobilisation of U from oxic and reduced sediments into seawater under environmentally relevant flow conditions. Uranium release profiles were independent of the initial geochemistry of the sediments. Uranium release from the sediments was kinetically controlled, showing relatively slow desorption kinetics, with release initially limited by the impact of the sediments on the pH of the seawater. Significant U release only occurred when the pH was sufficiently high for the formation of U-carbonate complexes pHoxic pHreduced Uranium was more strongly bound to the reduced sediments and after 400 pore volumes of seawater flow, release was more extensive from the initially oxic 46% compared with initially nitrate reducing 27% and iron reducing 18% sediments. The products of iron cycling appeared to act as a buffer limiting U mobilisation, but the on-going dissolution of the Fe-phases suggests that they did not form a permanent protective S. SpirakisBecause reduced uranium species have a much smaller solubility than oxidized uranium species and because of the strong association of organic matter a powerful reductant with many uranium ores, reduction has long been considered to be the precipitation mechanism for many types of uranium deposits. Organic matter may also be involved in the alterations in and around tabular uranium deposits, including dolomite precipitation, formation of silicified layers, iron-titanium oxide destruction, dissolution of quartz grains, and precipitation of clay minerals. The diagenetic processes that produced these alterations also consumed organic matter. Consequently, those tabular deposits that underwent the more advanced stages of diagenesis, including methanogenesis and organic acid generation, display the greatest range of alterations and contain the smallest amount of organic matter. Because of certain similarities between tabular uranium deposits and Precambrian unconformity-related deposits, some of the same processes might have been involved in the genesis of Precambrian unconformity-related deposits.
Namunkota Sibolga aman dari tragedi tsunani disebabkan dihalangi oleh Pulau Nias. Kota Sibolga lebih terkenal daripada kabupatennya yaitu Tapanuli Tengah atau Tapteng. Salah satu contoh Bandara Dr Ferdinand Lumban Tobing yang merupakan kawasan dari Pinangsori Tapanuli Tengah akan tetapi dalam tiket pesawat dituliskan menjadi Sibolga.
Source publication Heri SyaefulUranium in nature formed in various deposit type, depends on its sources, process, and depositional environments. Uranium occurrence in Sibolga, hosted in sedimentary rocks of Sibolga Formation, is properly potential to develop; nevertheless, the depositional pattern and uranium mineralization process so far had not been recognized. The research ai...... Uranium Exploration in Indonesia has been one of a focus of mineral exploration by the government. This has involved many exploration methods for many type of deposits, such as metamorphic type in West Kalimantan, placer type in Bangka Belitung, and sandstone type in North Sumatera [1]- [5]. However uranium deposits are difficult to locate for some reasons such economic, environmental and geological. ...... The uranium source is originate from Premian granitic rock the deposited in Tertiary sedimentary rocks. Uranium mineralization in this area found in Barus formation containing sandstone, carbonaceous shale and coal is epigenetic tabular type forming uraninite, coffinite and carnotite ore [5]. Theoretically, Sibolga area can be ideal example to create fuzzy logic assessment of sandstone-hosted uranium mineralization. ...... The maps then classified into more favorable felsic igneous rocks and less possible sedimentary, metamorphic, and volcanic rocks source rock of uranium. Furthermore, the felsic igneous rocks were re-classified for its forming age so that the Pre-tertiary granite is more favorable than the younger ones as the source for known occurences [5]. ...Application of GIS using the fuzzy logic method in mineral prospectivity mapping has been widely used for many commodities including for uranium. The method has been proven as an effective tool for expanding exploration targetting as it discovered known deposit correctly. The aim for this work is to locate the prospective area for sandstone-hosted uranium deposit in Sibolga Area, North Sumatera deductively. The known occurrences of sandstone- hosted uranium that have been discovered in this area prior to the uranium exploration of BATAN since 1969 are being used for verifying the reliability of prospectivity map produced. The prospectivity mapping is based on three knowledge-driven input maps fundamental to mineralization of sandstone- hosted uranium deposit source, transport, and trap. These maps also constructed from several expert- weighted spatial datasets input that processed with the fuzzy operator. The source datasets are granitic rocks that later classified by age constructing felsic-igneous source combined with sedimentary source derived from simplified lithology type. Recent hydrology map, geological structures, and local SRTM-lows operated together as fluid pathways then combined with hydrogeological map constructed the transport maps. The trap datasets consist of channel map operated from a recent hydrology map and local SRTM-lows that then operated with sedimentary basin map. The prospectivity map resulted from gamma operator of those three input maps judged to be reliable due to accurate locating the known occurrences on medium to high favorability value.... Uranium pada tipe endapan batupasir dapat terendapkan pada kondisi reduksi akibat agen reduksi pada batuan seperti material karbonan, sulfida, hidrokarbon, dan mineral feromagnesian [4]. Penelitian pada 22 titik bor di Sektor Aloban menunjukkan bahwa material organik dapat terbentuk bersamaan dengan terbentuknya batuan pembawa uranium [6]. Uranium yang terlarut dalam air tanah sebagai akibat dari pelarutan batuan dan pelapukan batuan granitik kemudian terserap oleh material organik tersebut dan membentuk mineral uraninit, karnonit, dan kofinit. ...... Pembentukan granitoid busur kepulauan ini disertai dengan pembentukan granit intra-benua sebagai hasil gaya ekstensi saat tumbukan antara Blok Malaya Timur dengan Blok Sibumasu pada Trias Akhir hingga tumbukan Blok Sibumasu dengan Woyla Nappe pada Kapur Awal [9][10][11]. Secara lebih rinci, Sektor Aloban yang merupakan Kompleks Sibolga, terdiri atas 6 satuan batuan yaitu, Satuan Granit/ Granodiorit G/Gd, Satuan Konglomerat 1 KGL1, Satuan Batupasir 1 BPS1, Satuan Konglomerat 2 KGL2, Satuan Batupasir 2 BPS2, dan Satuan Endapan Aluvium Al [6]. Sebaran litologi dari satuan batuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. ...... Berdasarkan penelitian terdahulu, pengendapan uranium yang terjadi di daerah Sibolga merupakan hasil pelapukan batuan granit Formasi Sibolga seperti halnya yang umum terjadi pada endapan tipe sedimenter di dunia [6], [14][15][16]. Proses pelapukan dapat melarutkan unsur-unsur radioaktif dalam batuan sehingga terbawa oleh fluida dan terendapkan di lapisan yang kaya oleh material organik [6] seperti pada endapan tipe batupasir di Texas, Amerika Serikat [14] dan di banyak tempat di Benua Australia [15]. ...ABSTRAKEksplorasi uranium di daerah Sibolga telah dilakukan sejak tahun 1978 oleh BATAN dan berhasil menemukan mineralisasi uranium tipe batupasir. Penelitian mengenai konsep mineralisasi uranium pada batupasir dan konglomerat di Sektor Aloban, Sibolga, telah dilakukan melalui data 22 titik bor yang menghasilkan penampang geologi, peta sebaran anomali, serta data cacahan radiometri dan geokimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber daya uranium di Sektor Aloban dengan mencari hubungan antara nilai cacahan radiometri dan data geokimia pada data hasil penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan geostatistik. Pengolahan geostatistik menggunakan perangkat lunak SGeMS menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,5 sehingga data radiometri dan geokimia diinterpretasikan memiliki korelasi yang baik. Estimasi sumber daya uranium dihitung pada Satuan Konglomerat I dan Batupasir I yang memiliki sebaran lapisan mineralisasi tebal dan luas. Nilai kadar rata-rata uranium untuk Satuan Konglomerat I dan Satuan Batupasir I adalah 173,03 ppm U dan 161,54 ppm U secara berurutan. Estimasi sumber daya uranium di Sektor Aloban adalah 415 ton uranium sebagai sumber daya explorations in Sibolga Area have been conducted since 1978 by BATAN and successfully result in sandstone-type uranium mineralization. Research related to uranium mineralization concept on sandstone and conglomerate at Aloban Sector, Sibolga has been conducted through 22 boreholes data which resulted in the geological section, anomaly distribution along with radiometry counting and geochemistry data. This research objective is to obtain uranium resources in Aloban Sector by correlating radiometry counting and geochemical data from previous research by using a geostatistic approach. Geostatistical processing using SGeMS software shows a correlation coefficient of so that the radiometry and geochemical data are interpreted to have a good correlation. Uranium Resources estimation was measured on Conglomerate I and Sandstone I units which are considered to have thick and wide mineralization distribution. The average uranium grade for Conglomerate I and Sandstone I units are ppm U and ppm U respectively. Uranium resource estimation at Aloban Sector is 415 tons as inferred Mariska Puteri Adhesti Margaretha WidyastutiWater demands and risks of groundwater pollution in the Klaten District consistently increase as the human population grows over the years. This study aimed to examine the intrinsic and specific groundwater vulnerability levels low, moderate, high and analyze the spatial distribution and degree of contribution of the parameters to the vulnerability in some parts of the district area. The data included depth to the water table measured directly at selected wells, rainfall records in 2009–2019, land-use maps RBI, 30m DEM SRTM, geological maps and geoelectric data. Groundwater vulnerability was analyzed with the Susceptibility Index by overlaying five parameters, which according to the results varied across the district shallow to deep groundwater, aquifers that were composed of sandstone, sand and gravels and rock materials in between, topography of <2%and 2–6% and diverse land-use types from agricultural fields to built-up lands. Most of the research area had moderate intrinsic and specific vulnerability and followed by high and and low and Also, depth to the water table and land use are the most influencing parameters. The results of this study are expected to provide a reference for the government to consider factoring in priority areas based on groundwater vulnerability levels in formulating the district’s spatial Bastori Moch. Djoko BirmanoBahan bakar nuklir merupakan komponen penting PLTN dalam menghasilkan panas. Besarnya kebutuhan bahan bakar nuklir akan mempengaruhi jumlah penyediaan bijih uranium. Demi menjaga keberlangsungan operasi PLTN, sangat penting untuk menjaga keseimbangan kebutuhan dan pasokan uranium. Oleh karena itu, sebelum PLTN dibangun di Indonesia perlu dilakukan analisis ketersediaan uranium, agar dapat dibuat strategi pasokan uranium yang baik. Metoda yang digunakan meliputi mengumpulkan data cadangan uranium di Indonesia, lalu menyusun spread sheet Nuclear Fuel Mass Balance NFMB Calculator untuk menghitung jumlah kebutuhan uranium pada setiap tahap siklus bahan bakar nuklir, selanjutnya membandingkan antara kebutuhan riil uranium PLTN dan cadangan uranium yang dimiliki oleh Indonesia. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa PLTN jenis PWR dengan kapasitas MWe akan menghasilkan energi listrik sebesar GWh dalam setahun. Dengan burn-up 43 GWd/tonU maka kebutuhan bahan bakar nuklir per tahun sekitar 28,93 ton yang didapatkan dari uranium alam U3O8 yellow cake sebanyak 244,68 ton atau setara dengan ton bijih uranium. Dengan cadangan uranium Indonesia ton dalam bentuk yellow cake, akan mampu memenuhi kebutuhan bagi 7 unit PLTN dengan kapasitas masing-masing MWe yang beroperasi untuk 40 tahun.
ojxpk.
  • zp89d2akz5.pages.dev/111
  • zp89d2akz5.pages.dev/349
  • zp89d2akz5.pages.dev/198
  • zp89d2akz5.pages.dev/10
  • zp89d2akz5.pages.dev/30
  • zp89d2akz5.pages.dev/78
  • zp89d2akz5.pages.dev/320
  • zp89d2akz5.pages.dev/223
  • zp89d2akz5.pages.dev/255
  • peta sibolga tapanuli tengah